Dana Asing Kampanye Capres Masih Kontroversi
10 Juni 2008 - 13:12 WIB
Hervin Saputra
VHRmedia, Jakarta - Pembahasan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden soal penggunaan sumber dana asing bagi kampanye pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden masih alot. Dalam pembahasan itu akan dibicarakan soal sanksi dan mekanisme audit dana kampanye bantuan asing.
Dalam rapat Pansus dengan Menteri Dalam Negeri Mardiyanto di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin, anggota Pansus dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Al Muzzamil Yusuf mengatakan, sanksi atas penerimaan bantuan dana asing dalam Pasal 22 RUU Pilpres sangat ringan. "Itu tidak baik bagi capres, karena bisa mengganggu kedaulatan negara." Dia meminta sanksi atas pelanggaran tersebut dipertegas.
Anggota Pansus dari Fraksi Partai Amanat Nasional Andi Yuliani Paris menyatakan penerimaan sumber dana asing sama dengan menjual kedaulatan. Dia meminta Pansus menyoroti mekanisme audit sumber dana asing. Audit itu akan menjadi dasar pemberian sanksi terhadap capres yang melanggar. "Baru bisa ditentukan apakah capres bisa dibatalkan," katanya.
Selain soal sumber dana asing, anggota Pansus dari Partai Demokrat Ignatius Mulyono mengatakan, RUU Pilpres hendaknya menerapkan jumlah pemberian bantuan perusahaan untuk dana kampanye capres senilai Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar per perusahaan. Angka itu berbeda dari yang diajukan pemerintah, yakni Rp1 miliar hingga Rp 5 miliar.
Ignatius berpendapat, jumlah itu sesuai dengan tingginya biaya penyelenggaraan kampanye saat ini. "(Partai) Demokrat kan termasuk yang belum bermodal besar," ujarnya. Partai Demokrat mengusulkan dana bantuan dari perseorangan Rp 5 juta hingga Rp 10 juta.
Ketua Pansus Ferry Mursyidan Baldan dari Fraksi Partai Golongan Karya mengatakan, jumlah yang diusulkan itu terlalu tinggi dengan keadaan ekonomi sekarang. "Perusahaan menyumbang Rp 5 miliar saja sudah berat. Kalau Rp 10 miliar, akan ada beban psikologis (bagi capres dan penyumbang)."
Ferry juga mempersoalkan pengajuan syarat memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) bagi penyumbang seperti diusulkan anggota Pansus dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Lukman Hakim Saefuddin. Sebab, tidak semua warga negara yang berkemampuan menyumbang memiliki NPWP.
Lukman Hakim mengatakan yang terpenting hasil audit dana kampanye harus disiarkan di sebuah media cetak dan dua media elektronik. Dia juga meminta pemilihan akuntan publik yang bertugas mengaudit diurus oleh Komisi Pemilihan Umum.
Mendagri Mardiyanto yang mewakili pemerintah mengatakan pemilihan akuntan publik yang kredibel dan independen akan diserahkan kepada Lembaga Akuntan Indonesia. "Itu kita serahkan kepada lembaga (akuntan publik), kita tidak bisa mencampurinya."
Selain soal audit dan bantuan dana kampanye, Pansus juga akan membahas batas waktu pelaporan bantuan dana kampanye. Pemerintah mengusulkan setiap capres wajib melaporkan dana kampanye sehari setelah masa kampanye berakhir.
Panitia Khusus akan kembali membahas draf Rancangan Undang-Undang Pemilihan Presiden di Panitia Kerja pada Kamis (12/6). (E5)
Sumber : http://www.vhrmedia.com/vhr-news/berita,Dana-Asing-Kampanye-Capres-Masih-Kontroversi-1852.html
No comments:
Post a Comment