Friday, June 24, 2011

Besaran Fee Berdampak pada Hasil Kerja Akuntan Publik ?


Sekretaris Jenderal Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Tarko Sunaryo meminta seluruh anggota IAPI dalam melaksanakan tugas mengaudit perusahaan hendaknya mengikuti panduan penentuan fee yang telah disepakati organisasi profesi akuntan publik. “Besaran fee ternyata kerap menjadi problem, karena ketika terlalu rendah kerap berdampak terhadap kualitas laporan keuangan, kalau ketinggian terjadi hukum pasar” ungkap Tarko

Tarko mengakui belum ada penelitian adanya relasi besaran fee dengan kualitas laporan, tapi hipotesanya seperti itu. “Ketika fee berkisar Rp 1 juta sampai Rp 10 juta contohnya dan yang diaudit asetnya puluhan miliar hinga triliunan rumah, imposible hasil laporannya berkualitas,” ungkap Tarko saat ditemui di sela- sela lokakarya yang bertemakan “Temua Temuan Bapepam –LK Dalam Evaluasi Laporan keuangan Emiten dan Independensi Akuntan Publik”.

Diakuinya, IAPI hingga saat ini tidak membuat aturan penyeragaman fee bagi akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaannya mengaudit. IAPI hanya membuat panduan menentukan fee, karena kalau fee diseragamkan akan dianggap kartel. Pedoman itu sebatas memberikan ilustrasi tahapan audit. Sebagai gambaran, untuk mengaudit satu bank tidak cukup dua tiga orang, bisa sampai lima orang auditor. Waktunya pun bisa sampai tiga sampai empat bulan. “Nah..kalau pekerjaannya seperti itu, fee-nya Rp 40 sampai Rp 50 juta ya ngak masuk di akal. Bisa saja diaudit tapi auditnya asal asalan, makanya kalau dikatakan fee-nya rendah kualitasnya rendah itu sudah pasti , mana ada yang mau kerja bakti” papar Tarko

Selain itu, Tarko berharap para emiiten atau perusahaan pengguna akuntan publik tidak melakukan shoping atau mengintip harga dari beberapa kantor akuntan publik (KAP), sehinga dikhawatirkan akan terjadi saling menjatuhkan harga. Tarko juga mengharapkan peran regulator bisa memberikan satu guideline yang membuat iklim usaha lebih kondusif .

Menanggapi hal itu, Kepala Bagian Pemeriksaan Penyelidikan Sektor Jasa Biro Pemeriksaan Penyelidikan BAPEPAM LK, Yusman belum bisa memastikan besaran fee berkait dengan kualitas dan independensi audit akuntan publik “ Perlu riset yang mendalam, apakah fee yang kecil pasti hasil auditnya tidak independen , kalau fee nya besar pasti independen ,” ungkap Yusman.

Justru yang harus menjadi perhatian dan dibenahi, kata Yusman berkaitan dengan pemberian 5 sanksi kepada KAP tahun 2010 berkenaaan dengan prosedur audit dari pekerjaaan pemeriksaan yang dilakukan akuntan publik. Dari data yang ada, kantor akuntan Publik dalam mengaudit perusahaan emiten dengan kategori non WTP ( wajar tanpa pengeculiaan ) dari tahun ketahun makin meningkat. Pada ahun 2007 mencapai 6%, tahun 2008 meningkat 8% dan tahun 2009 bertambah 10%. (zis)***.

Sumber : http://akuntanonline.com/?p=749

Friday, June 10, 2011

DPR Sahkan Undang-Undang Mata Uang


TEMPO Interaktif, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat melalui Sidang Paripurna ke-29 mengesahkan Rancangan Undang-Undang Mata Uang menjadi Undang-Undang Mata Uang. Proses pengambilan keputusan di tingkat paripurna sendiri berlangsung cepat tanpa adanya interupsi dari para anggota Dewan.

Dalam pemaparannya, Wakil Ketua Komisi Keuangan, Achsanul Qosasih, mengatakan RUU Mata Uang sejalan dengan UUD 1945 Pasal 23B. "Selama ini pengaturan mengenai mata uang masih tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan," kata Achsanul di Gedung Nusantara I DPR Jakarta, Selasa, 31 Mei 2011.

Dalam perjalanannya, RUU Mata Uang mengalami perdebatan yang pelik mengenai penandatangan uang oleh Menteri Keuangan dan ketentuan redenominasi. Namun, akhirnya DPR dan pemerintah menemukan kesepakatan mengenai dua hal tersebut.

DPR menyetujui tanda tangan Menteri Keuangan tertera di mata uang rupiah kertas. "Keputusan ini akan dikeluarkan dan diedarkan pada 17 Agustus 2014," ujar Achsanul. Adapun pengaturan mengenai perubahan harga rupiah akan diatur dalam undang-undang tersendiri.

Achsanul menambahkan pembahasan
beleid mata uang menghasilkan penambahan jumlah pasal, dari yang semula 46 pasal menjadi 48 pasal. Sementara untuk jumlah bab tidak mengalami perubahan, yaitu terdiri dari 12 bab.

Dalam UU Mata Uang, setidaknya ada enam hal substantif yang diatur. Keenam hal itu adalah kordinasi antara Bank Indonesia dengan pemerintah, tanda tangan pada rupiah, pencetakan rupiah, penggunaan rupiah, pemberantasan uang palsu, dan ketentuan pidana.

Dalam sambutannya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan dukungan atas disahkannya RUU Mata Uang ini. "Ini bisa dijadikan landasan hukum yang lebih kokoh dalam pengelolaan dan pengendalian rupiah," ujar Agus.


Sumber : http://www.tempointeraktif.com/hg/perbankan_keuangan/2011/05/31/brk,20110531-337922,id.html

Waktu Jakarta, Bangkok dan Hanoi

Search Google

Jumlah Pengunjung Website

Daftar Pengunjung Website

Lokasi Pengunjung

Saat Ini On Line

Statistik Pengunjung Sejak 4 Februari 2009

free counters