Wednesday, January 30, 2008

Berkah dari Wajib Pajak Baru

Berkah dari Wajib Pajak Baru


Konsultan pajak bakal mendapat berkah dari melonjaknya wajib pajak baru
Pemerintah menetapkan sekitar 6,4 juta wajib pajak baru, sehingga total wajib pajak jadi 10 juta. Mestinya, konsultan pajak bakal mendapat ladang kerja baru nan menggiurkan. Sayang, ditengarai kebanyakan wajib pajak baru cuma karyawan yang sudah bayar pajak.
Christiantoko, Citra Kurniawati, Harris Hadinata

Hebat. Itu decak kagum yang ditujukan pada Direktorat Jenderal Pajak yang dipimpin Hadi Poernomo. Pasalnya, Hadi dan aparatnya berhasil mem-bukukan 6,4 juta wajib pajak baru dalam tempo hanya sekitar satu setengah bulan. Seremoni penyerahan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang ke-10 juta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dil-akukan di Istana Negara, Rabu 19 Oktober lalu.

Kalau wajib pajak sebelumnya yang berjumlah sekitar 3,6 juta itu sebagian besar adalah wajib pajak badan alias perusahaan, dari 6,4 wajib pajak baru ini sebanyak 70% adalah pribadi dan 30% sisanya baru wajib pajak badan. Nah, kendati banyak orang yang mendadak dikirimi NPWP oleh Ditjen Pajak menggerutu kesal, toh melonjaknya wajib pajak baru ini berpotensi membawa berkah bagi konsultan pajak. "Bakal menambah opportunity buat konsultan pajak," kata Wibowo Mukti, Direktur PT Ambalan Handal Prakarsa, sebuah kantor konsultan pajak.

Alasannya, lanjut Wibowo, banyak orang yang merasa pusing dan malas mengisi formulir pajak untuk dilaporkan ke kantor pajak. "Melihat formulir pajak apa enggak mumet?" katanya. Apalagi, kalau terjadi kesalahan dan berniat membetulkan laporan pajaknya, banyak orang yang malas kalau harus diperiksa aparat pajak. "Mudah-mu-dahan mereka memerlukan konsultasi pajak. Jadi, merupakan berkah, tambahan ladang bagi konsultan pajak," kata konsultan pajak senior, Hussein Kartasasmita.

Adapun jasa yang diberikan oleh konsultan pajak secara umum meliputi tiga bidang. Pertama, menyangkut fungsi konsultasi atau advisory. Misalnya saja wajib pajak mendapat warisan, perusahaan mau mem-PHK karyawan, mau membayar event organizer atau perusahaan mau melakukan akuisisi, semua itu akan merembet ke soal pajak.

Kedua, menyangkut kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Misalnya pusing mengisi SPT bulanan dan tahunan, wajib pajak merasa perlu menyerahkannya pada konsultan pajak agar tak terjadi kekeliruan.

Ketiga, bila terjadi sengketa atawa dispute soal pajak. Hal ini sangat mungkin terjadi sehingga berdampak pada pemeriksaan pajak, keberatan pajak hingga pengajuan banding ke pengadilan pajak.

Meriah, walau hasilnya mungkin nol

Konsultan pajak sendiri dibedakan menjadi kelas A, B dan C. Konsultan pajak golongan A berhak untuk memberi konsultasi pada wajib pajak perorangan. Konsultan pajak golongan B, selain memberi konsultasi pada perorangan, boleh juga menjadi konsultan pajak perusahaan. Adapun golongan C berhak memberi konsultasi pada perusahaan asing atau perusahaan multinasional. "Paling banyak yang di golongan B," kata Tjoetjoe Alihartono, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI). Maklum, menjadi konsultan pajak perusahaan tentu lebih tebal pendapatannya daripada memberi konsultasi pada wajib pajak perorangan.

Seperti halnya kantor pengacara, tak ada tarif yang sama untuk setiap kasus perpajakan. Begitu pun antarkonsultan pajak, tarifnya berbeda-beda. Semua konsultan pajak yang dihubungi KONTAN tak ada yang mau berterus terang membuka tarifnya karena setiap kasus memang beda tarif. Tapi sebagai gambaran, konsultan pajak yang berkantor di perusahaan akuntan big-five bisa memasang tarif konsultasi pajak pada wajib pajak perorangan sekitar US$ 100 hingga US$ 250 per jam. Tapi di kantor konsultan pajak kecil, tarifnya bisa cuma Rp 50.000 per jam.

Menurut data yang tercatat di IKPI, saat ini ada sekitar 1.750 konsultan pajak di Indonesia, baik yang berdiri sendiri maupun yang bergabung dalam perusahaan. Jumlah ini tentu sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah wajib pajak yang sekarang sudah mencapai 10 juta. Belum lagi, pemerintah menargetkan ada penambahan wajib pajak sekitar 2 juta sehingga tahun 2009 ada sekitar 18 juta wajib pajak. "Memang enggak seimbang, apalagi dibandingkan dengan negara-negara maju," tandas Tjoetjoe.

Walau demikian, bertambahnya wajib pajak baru perorangan seperti dilansir Ditjen Pajak juga tidak serta-merta akan menambah penerimaan pajak secara signifikan. Pasalnya, "Kalau enggak salah, Ditjen Pajak menggunakan data dari PBB. Jadi, ada yang dobel, ada yang sudah meninggal. Hanya mengejar angka 10 juta saja," ujar Hussein. Di lain pihak, jumlah wajib pajak belum tentu efektif karena banyak dari wajib pajak yang baru adalah karyawan di mana pajaknya sudah dibayari perusahaan. "Jadi enggak nambah penerimaan negara karena SPT-nya nol atau nihil," timpal Wibowo.

Tak heran, para konsultan pajak baru bisa berharap bertambahnya wajib pajak akan menggelembungkan dompet mereka. Namanya harapan, bisa jadi kenyataan, tapi bisa juga cuma pepesan kosong.

Menyapu dengan Sapu Kotor

Dalam berbagai kesempatan, Dirjen Pajak Hadi Poernomo selalu mengatakan, "Tolong laporkan kalau ada oknum aparat pajak yang coba-coba bernegosiasi." Begitulah jawabannya kalau ditanya soal perlunya aparat pajak yang bersih sebelum melakukan intensifikasi ataupun ekstensifikasi terhadap wajib pajak. Padahal, soal bobroknya aparat pajak ini nyaris sepadan dengan polisi yang kerap mencari "objekan" dengan menilang pengendara di jalan raya. Pejabat tinggi kepolisian boleh saja mengatakan, "Silakan lapor bila ada penyelewengan jabatan." Toh, hal ini sudah jadi rahasia umum.

Tak heran, salah seorang pegawai pajak yang bekerja di kantor pajak besar atawa large tax officer (LTO)-1-dikenal dengan sebutan Kantor Pelayanan Pajak konglomerat yang terletak di Gambir-terpaksa mengundurkan diri. Sebab, kendati untuk menjadi aparat pajak di LTO harus melalui serangkaian tes dan gajinya lebih besar dibandingkan dengan aparat pajak di kantor wilayah, aparat pajak di LTO seharusnya tak menerima suap, sogokan, parsel, dan sebagainya. Celakanya, kecurangan aparat pajak di kantor wilayah terus terjadi sehingga total jenderal, aparat pajak di kantor pelayanan pajak wilayah bisa membawa pulang duit yang lebih besar setiap bulannya. Belum lagi, virus korupsi yang sedikit demi sedikit juga merembes ke kantor pajak konglomerat membuat dirinya tambah frustrasi.

Nah, berbagai penyimpangan aparat pajak ini tentu sudah bukan hal baru. Itu sebabnya ekonom Faisal Basri berani mengatakan bahwa sebenarnya potensi pajak masih bisa didongkrak dua kali lipat dari target APBN 2005 yang mencapai Rp 302 triliun. Ini bukan isapan jempol. Sebab, acap besarnya pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak badan merupakan hasil negosiasi dengan aparat pajak. Sudah begitu, masyarakat pembayar pajak pun sering tidak tahu ke mana uang pajaknya mengalir. Toh, fasilitas umum, keamanan, pendidikan, kesehatan masih mahal dan harus dibayar sendiri oleh masyarakat.

Dus, wajar bila sebagian besar dari 6,4 juta wajib pajak baru yang berhasil dijaring aparat pajak merasa dongkol. Bukannya tak mau membayar pajak, tapi pemerintah sebaiknya membersihkan dulu aparat pajak. Sayang, pemerintah seolah sudah kehilangan momentum. Sebab, "Seperti halnya BBM, persoalan pajak mestinya dibereskan dalam 100 hari pemerintahan SBY," ujar salah seorang mantan Menteri Keuangan.

Sumber : http://www.kontan-online.com/print.php?q=v&tahun=X&edisi=6&id=1

www.kontan-online.com No.6, Tahun X, 7 November 2005

No comments:

Waktu Jakarta, Bangkok dan Hanoi

Search Google

Jumlah Pengunjung Website

Daftar Pengunjung Website

Lokasi Pengunjung

Saat Ini On Line

Statistik Pengunjung Sejak 4 Februari 2009

free counters