Wednesday, April 9, 2008

Trik Mengendalikan Manajemen



Seperti tergambar pada sampul belakang buku ini, suatu perusahaan dianalogikan dengan tubuh manusia yang perlu dikendalikan agar bisa survive, berkembang dan terus menuai untung.

Judul Buku

:

Sistem Pengendalian Manajemen

Pengarang

:

Edy Sukarno

Penerbit

:

PT Gramedia Pustaka Utama, Edisi Pertama, 2000

ISBN

:


Jumlah Halaman

:

255 halaman

Harga

:

Rp. 27.500,-

Penulis resensi

:

Aris Samudra

Oleh penulisnya yang seorang akuntan dan dosen, buku ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama mengulas lingkungan pengendalian manajemen. Bagian kedua membahas proses pengendalian manajemen. Bagian ketiga merupakan bagian lain-lain. Dengan pembagian ini, penulis agaknya ingin membawa pembaca memahami secara bertahap unsur-unsur pengendalian manajemen yang meliputi detector, selector, efector dan communicator (bagian I) hingga proses pengendalian manajemen yang berupa perencanaan strategis, penganggaran, pengendalian operasi dan laporan kinerja (bagian II). Kemudian, ditutup dengan memberikan ilustrasi pada jasa/bank dan proyek.

Bagian pertama bersifat umum, mencakup teori organisasi, visi, misi, tujuan dan sasaran serta struktur organisasi yang diulas cukup lengkap dari sisi pengertian, perumusan dan kelebihan beserta kelemahannya. Setelah itu, dibahas konsep akuntansi pertanggungjawaban yang meliputi pusat pendapatan, pusat biaya, pusat laba dan pusat investasi. Yang menarik di bagian ini, diberikan ilustrasi pengendalian manajemen keuangan dalam memperoleh laba maksimum melalui penerapan konsep transfer pricing terhadap kebijakan bisnis Nio Co. yang mempunyai pola penjualan 20% untuk pasar Korea dan 80% untuk pasar Indonesia, sementara tarif pajak di Korea 50% dan di Indonesia 30% (hal. 50 - 55). Selain itu, disajikan pula bagaimana mengoptimalkan kinerja perusahaan dalam menghindari pajak via merger dan contoh praktek akuisisi PT BAT terhadap PT Rothman of Pall Mall (hal. 84).

Pada bagian kedua, penulis mempertajam pengertian perencanaan strategis, visi, misi, tujuan, sasaran dan akuntabilitas terhadap perusahaan disertai analisis SWOT (hal. 130) dan analisis BCG (hal. 138). Sayangnya, tidak diberikan gambaran bagaimana kedua analisis bisnis tersebut diterapkan, padahal ini sangat penting buat pelaku usaha untuk memformulasi strategi bisnis dan bagi mahasiswa untuk menyusun skripsi/tesis.

Yang istimewa dari buku ini adalah ulasannya yang tuntas terhadap konsep budgeting disertai ilustrasi yang sederhana sehingga mudah dipahami. Selain itu, skema-skema peningkatan mutu dalam Total Quality Management melalui implikasi Kaizen (hal. 170) dan Just in Time (hal. 174) dimaksudkan untuk mengoptimalkan sistem pengendalian operasi dan produksi. Semua ini digunakan untuk menganalisis dan mengevaluasi laporan kinerja perusahaan. Dengan demikian, praktisi bisnis dapat mengantisipasi distorsi, overhead dan inefisiensi dalam perusahaannya.

Penulis memberikan penekanan tersendiri pada perusahaan jasa, khususnya bank mengingat sifat industrinya yang khas. Yakni, sistem pengendalian bank merujuk pada ALMA (Asset Liabilities Management, hal. 204) dan CAMEL (Capital-Asset-Management-Earning-Liquidity, hal. 213). Di sini pembaca awam dapat mengenal konsep Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio) dan bagaimana menilai suatu bank dalam kondisi sehat atau tidak.

Menariknya lagi, buku ini ditutup dengan pembahasan mengenai sistem pengendalian proyek yang dikenal sebagai kegiatan bisnis insidental, lengkap disertai kriteria dan teknik mengevaluasinya serta pertimbangan dalam menentukan layak-tidaknya suatu proyek dijalankan (hal. 235).

Buku ini agaknya tidak terlepas dari gaya penulisnya yang kental dengan ciri akademisi dan penekanan yang kuat pada hitungan akuntansi. Bagi praktisi bisnis yang sudah lama tidak membaca teori, mungkin perlu waktu ekstra untuk memahami asal-usul angka-angka yang dipaparkan, tapi cukup menantang untuk menjawab pertanyaan dan kasus yang disampaikan penyusun buku ini pada setiap akhir bab penulisan. Sebaliknya bagi para mahasiwa yang masih hangat-hangatnya di kampus, akan cukup cekatan mengikuti ilustrasi yang disajikan walaupun mendapati pertanyaan yang tidak mudah dijawab, mengingat masih belum punya pengalaman yang memadai.

Sumber : http://www.swa.co.id/sekunder/resensi/manajemen/strategi/details.php?cid=5&id=2

Adopsi Standar Auditing dan Assurance Internasional, Sudah Sampai Dimana?





Oleh : Syarief Basir

Melalui Konvensi Nasional Akuntan Indonesia pada tahun 2004 telah diputuskan bahwa Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) akan melakukan adopsi sepenuhnya (full adoption) Internatioanl Auditing and Assurance Standards (ISA) yang diterbitkan oleh Internasional Federation of Accountants (IFAC). Keputusan konvensi IAI ini sejalan dengan kewajiban keanggotaan IFAC yang dicantumkan dalam Statement of Membership Obligation (SMO) No. 3. Dalam SMO No. 3 tersebut antara lain disebutkan “ Member bodies should use their best endeavors: a) to incorporate the internasional standards issued by the IAASB into their national standards or related other pronouncements….”

Mungkin menjadi pertanyaan mengapa IAI menjadi anggota IFAC, yang salah satu konsewensinya akan mewajibkan IAI melakukan adopsi ISA. Menurut hemat penulis IAI menjadi anggota IFAC karena adanya keinginan dari para akuntan Indonesia untuk memajukan profesi akuntan di Indonesia. Kita ketahui bahwa IFAC adalah organisasi akuntan terbesar di dunia yang berdiri tahun 1977. Keanggotaan IFAC pada akhir 2007 mencapai 158 anggota asosiasi profesi akuntan yang mewakili 123 negara di dunia. IFAC melakukan kepeloporan akan perlunya harmonisasi kerangka dasar (framework) untuk penyusunan standar internasional bagi profesi akuntan, termasuk ISA dan IFRS. Kepeloporan IFAC dalam harmonisasi kerangka dasar standar internasional ini nampaknya sejalan dengan pemikiran akuntan-akuntan Indonesia yang memang menganggap kebutuhan tersebut adalah nyata . Oleh karena itu, mengingat adanya kesamaan pandangan tersebut akuntan-akuntan Indonesia yang diwakili IAI, mengajukan diri menjadi anggota IFAC.

Dengan menjadi anggota IFAC, maka IAI diwajibkan melakukan usaha terbaik (best endeavor) untuk melakukan adopsi ISA. Dengan dilakukannya adopsi ISA, maka ISA akan menggantikan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang sekarang berlaku, yang sebagian besar isinya diadopsi dari AICPA Professional Standards (AICPA Standards) tahun 1998. Kita ketahui bahwa SPAP yang berlaku saat ini merupakan kodifikasi tahun 2001 dengan sedikit penambahan berupa interpretasi-interpretasi yang diterbitkan dari tahun 2001 s.d 2008. Penambahan terakhir dilakukan pada Februari 2008 dengan penerbitan Pernyataan Beragam (Omnibus Statement). SPAP 2001 memang terkesan sudah kurang up-to-dated jika dibandingkan dengan AICPA Standards. Hal ini karena AICPA Standards yang diacu dalam SPAP 2001 adalah AICPA Standards tahun 1998, sedangkan yang berlaku di negara asalnya saat ini adalah AICPA Standards yang selalu dimutakhirkan setiap tahun. Ditengarai terdapat perbedaan yang signifikan antara AICPA Standards 2007 dengan 1998, sehingga kalau sekarang akuntan publik kita masih menggunakan SPAP 2001 yang sebagian besar hasil adopsi dari AICPA Standards 1998, maka sepertinya akuntan publik Indonesia belum memutahirkan standar profesinya pada perkembangan terkini dari standar yang diacunya.

ISA sendiri pada saat ini sudah diadopsi di banyak negara anggota IFAC, beberapa negara sudah melakukan full adoption, dan sebagian negara masih menyisakan beberapa seksi yang belum diadopsi. Dengan semakin banyaknya negara yang menjadi anggota IFAC maka pada saatnya nanti seluruh negara anggota IFAC akan menerapkan ISA sebagai standar profesional akuntan publiknya masing-masing. Di Indonesia sejatinya ISA bukan hal yang baru. SPAP 2001 sudah melakukan adopsi atas sepuluh standar audit internasional tersebut. Sepuluh standar yang diadopsi dari ISA antara lain ISA 310 : Knowledge of the Business, ISA 401: Auditing in a Computer Information Systems Environment, dan ISA 510: Initial Engagements-Opening Balance. Namun seperti diuraikan di atas, mengingat SPAP sejak tahun 2001 relatif stagnan, maka Standar yang diadopsi tersebut sudah tidak up-to-dated lagi dengan ISA yang baru (2007). Oleh karena itu, yang akan dilakukan oleh IAI dalam rangka adopsi ini adalah melakukan adopsi penuh (full adoption) atas ISA terkini (Current ISA). Dengan demikian bukan hanya melakukan revisi atas beberapa standar internasional yang telah diadopsi SPAP, tetapi seluruh isi SPAP akan digantikan dengan standar-standar yang ada dalam Handbook of Internasional Auditing, Assurance, and Ethic Pronouncements terbitan IFAC tersebut.

Sejak konvensi IAI memutuskan rencana full adoption ISA, maka Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) yang pada saat itu merupakan kelengkapan organisasi IAI-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) melaporkan telah melakukan beberapa kegiatan yang meliputi penterjemahan naskah ISA ke dalam bahasa Indonesia, mempelajari kesesuaian ISA dengan lingkungan Indonesia, serta melakukan konsultasi dengan Internasional Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) sebagai upaya untuk memahami proses adopsi sebagaimana diharuskan dalam SMO. Menurut informasi yang diperoleh penulis, dari jumlah seksi yang ada pada ISA sebanyak 40 seksi, telah diterjemahkan sebanyak 33 seksi, atau 83% dari seluruh seksi ISA. Kemudian yang masih harus dilakukan DSPAP adalah melakukan proses editing terjemahan dan dilanjutkan dengan mempelajari kesesuaian aturan-aturan dalam standar tersebut dengan kondisi Indonesia, dan seterusnya tahapan dari suatu due process procedure. Proses mempelajari kesesuian ISA dengan kondisi Indonesia pada dasarnya merupakan proses penilaian keterterapan (applicability) suatu standar, yang apabila ternyata beberapa isi dari ISA tersebut tidak sesuai maka proses modifikasi perlu dilakukan. Dengan proses ini akhirnya diharapkan bahwa ISA yang diadopsi dan dimodifikasi akan sesuai dengan kondisi Indonesia dan sekaligus SPAP yang baru sebagai hasil adopsi ISA mendapat pengakuan dari IFAC sebagai suatu standar yang conform dengan ISA.

Apabila langkah-langkah yang dilakukan oleh DSPAP- IAI KAP, yang sejak Mei 2007 berubah menjadi DSPAP-Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP-IAPI) sudah sejauh itu, tentu menjadi harapan kita bahwa ISA akan segera menjadi exposure draft (ED) dan akhirnya berlaku efektif bagi akuntan publik Indonesia. Jika harapan itu terealisasi maka akuntan publik kita akan memiliki suatu standar yang lebih diakui dan diterima oleh stakeholders yang lebih luas, bukan hanya stakeholder domestik tapi juga stakeholder internasional. Namun harapan yang nampaknya sudah dekat untuk diwujudkan itu ternyata harus tertahan sementara, dan kita perlu bersabar untuk menunggu pelaksanaan adopsi ISA. Adalah Internasional Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) -IFAC yang mengeluarkan suatu keputusan untuk melakukan perubahan-perubahan besar pada teks ISA menjadi alasan utama sehingga akuntan publik Indonesia perlu lebih bersabar menunggu. IAASB membuat suatu projek yang mereka namakan clarity project yang bertujuan meningkatkan understandability dan readability ISA. Perubahan (redraft) yang akan dilakukan mencakup hampir 60% dari isi standar dan meliputi susunan, struktur serta isi dari ISA itu sendiri. Clarity project merupakan projek multi-years yang dimulai tahun 2006, dan penyelesaiannya dijadwalkan secepat-cepatnya pada 15 Desember 2008.

Tentu saja kita berharap projek ini bisa selesai sesuai jadwal, walaupun hal ini sangat tergantung kepada respon dari para pihak terhadap exposure draft atau redrafted standard yang diperbaharui. Dilihat dari due process procedure yang ditempuh IAASB memang penyelesaian pada 15 Desember 2008 terbilang ambisius, karena dalam melakukan redraft ISA melalui 6 tahap, yaitu :

1) Diskusi Isu ( Discussion of Issues),

2) Penyusunan Draft Pertama (First read of ED),

3) Persetujuan ED (Approve ED),

4) Review atas Tanggapan ED (Review ED Comments),

5) Persetujuan Akhir Redrafted (Approve Final Redrafted ISAs), dan

6) Pernyataan Efektif (Effective date).

Tahapan yang panjang itu akan dilalui untuk setiap redraft yang dilakukan pada seksi-seksi ISA. Laporan terakhir dari IAASB per Februari 2008 yang dapat dibaca dari eNews IFAC adalah telah diselesaikan 32 redrafted, jumlah ini dinilai oleh IAASB telah sesuai target penyelesaian tahap pertama dari clarity project.

Keputusan clarity project oleh IAASB tentu saja menghambat laju proses adopsi ISA di Indonesia. Kalau sebelumnya DSPAP sudah menyelesaikan 83% penterjemahan ISA, mendiskusikannya dan saat itu sedang mengkaji keterterapan ISA, maka dengan clarity project ini, DSPAP harus kembali dari awal proses penterjemahan atas ISA yang sudah diperbaharui IAASB, kemudian melakukan editing, dan tahap-tahap seterusnya dari due process procedure penyusunan standar.

Sungguh tidak mudah bagi DSPAP untuk melakukan adopsi sesuai rencana semula, karena seandainyapun sekarang ingin mengikuti jadwal yang sama dengan clarity project , yaitu selesai pada 15 Desember 2008, maka proses penyiapan exposure draft oleh DSPAP harus dilakukan secara simultan dengan penerbitan exposure draft atas redraft oleh IAASB. Padahal untuk menerbitkan ED tersebut perlu lebih dahulu dilakukan penterjemahan, diskusi-diskusi dengan berbagai pihak dan mempelajari keterterapannya. Dengan fakta seperti itu, serta melihat berbagai kesulitan ketika melakukan proses penterjemahan dan keseluruhan due process penyusunan standar, maka nampaknya akan sulit untuk melakukan adopsi ISA dalam waktu dekat.

Sebagai suatu gambaran, proses penterjemahan teks ISA misalnya, walaupun sebelumnya sudah pernah dilakukan dan kini harus diterjemahkan kembali karena teks aslinya dari ISA berubah, proses ini memerlukan kesungguhan, dedikasi dan pengorbanan yang tinggi. Tentu saja proses ini akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sebagaimana lazimnya penterjemahan buku-buku ilmiah, pekerjaaan ini harus dilakukan oleh tenaga profesional yang bukan hanya mengerti bahasa, tetapi harus mengerti aspek profesi akuntansi dengan baik. Konsistensi dalam pentejemahan seringkali memerlukan perhatian yang mendalam, yaitu untuk menghindari adanya ketidaktepatan dalam melakukan penterjemahan satu pernyataan pada berbagai seksi standar. Demikian juga proses diskusi, studi keterterapan, dan sebagainya memerlukan dedikasi dan biaya yang tidak sedikit. Maka timbul pertanyaan bagaimana pula persoalan pembiayaan atas proses ini akan dilakukan. Adalah diperlukan keterlibatan semua pihak untuk mencarikan jalan keluar dari pesoalan pembiayaan ini, karena adanya standard profesional akuntan publik yang berstandar internasional juga merupakan kepentingan banyak pihak dan stakeholders yang luas.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam adopsi ISA adalah keterkaitan SPAP yang baru (SPAP hasil adopsi ISA) dengan ISA terkini (Current ISA). Berbeda dengan SPAP 2001, pada saat itu DSPAP cenderung menyusun suatu standar yang statis, tidak ada suatu kewajiban melakukan perubahan ketika standar yang dijadikan acuannya berubah. Misalnya, ketika AICPA Standards 1998 yang dahulu diacu berubah hingga AICPA Standards 2007 maka SPAP 2001 tidak serta merta harus berubah. Namun sekarang, dengan komitmen full adoption atas ISA, maka setiap kali ISA berubah, baik karena penambahan standar atau adanya amendment, SPAP harus serta merta dilakukan perubahan. SPAP yang akan datang akan bersifat dinamis dan proses adopsi menjadi suatu proses yang on-going. Dengan SPAP yang bersifat dinamis terhadap ISA, maka pekerjaan adopsi, yang meliputi penterjemahan, diskusi, studi keterterapan, penyusunan ED dan keseluruhan due-process akan dilakukan secara terus-menerus. Pekerjaan ini tentu saja sangat memerlukan kesiapan organisasi profesi akuntan Indonesia dalam melaksanakan manajemen adopsi.

Akhirnya, kita mungkin berharap segala persoalan yang berkaitan dengan adopsi ISA bisa dapat segera dicarikan jalan keluarnya, sehingga rencana adopsi bisa direalisasikan. Walaupun mungkin jadwal penyelesaian adopsi tidak sama dengan jadwal semula, atau tidak bisa berbarengan dengan selesainya clarity project, namun perlu ada strategi yang jelas untuk menyiasati perkembangan adopsi ini dan disusun rencana aksi yang yang realistis untuk dapat dilaksanakan. Dengan demikian adanya suatu standar profesional akuntan publik yang mengacu pada standar internasional pada waktunya akan dapat direalisasi dengan sebaik-baiknya.

Dipublikasikan pada majalah Akuntan Indonesia edisi No. 6 Tahun II Maret 2008

Tuesday, April 8, 2008

Omnibus Statement

Kamis, 28 Pebruari 2008

Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP), Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) pada tanggal 20 Februari 2008 telah mengeluarkan empat Pernyataan Standar baru yang terdiri dari:

1. Pernyataan Standar Auditing No. 75 mengenai Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar Auditing 2008 (PSA 75).


2. Pernyataan Standar Atestasi No. 10 mengenai Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar Atestasi 2008 (PSAT 10).


3. Pernyataan Standar Akuntansi dan Jasa Review No. 05 mengenai Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar Jasa Akuntansi dan Review 2008 (PSAR 05) .


4. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu No. 04 mengenai Pernyataan Beragam (Omnibus Statement) Standar Pengendalian Mutu 2008 (PSPM 04) .

Seluruh Pernyataan Standar tersebut di atas mengatur tentang perubahan istilah yang terdapat dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) sehubungan dengan berdirinya IAPI tanggal 24 Mei 2007, yaitu istilah Ikatan Akuntan Indonesia dan Kompartemen Akuntan Publik diubah menjadi Institut Akuntan Publik Indonesia, dan istilah Indonesian Institute of Accountants diubah menjadi Indonesian Institute of Certified Public Accountants.

Keempat Pernyataan Standar ini berlaku efektif sejak tanggal 15 Maret 2008, namun penerapan lebih awal dari tanggal efektif berlakunya keempat Pernyataan Standar ini diizinkan.

Sumber : http://www.akuntanpublikindonesia.com/iapi/artikel/seputar_iapi/omnibus_statement.php

Waktu Jakarta, Bangkok dan Hanoi

Search Google

Jumlah Pengunjung Website

Daftar Pengunjung Website

Lokasi Pengunjung

Saat Ini On Line

Statistik Pengunjung Sejak 4 Februari 2009

free counters